Majas atau gaya bahasa adalah pemanfaatan kekayaan bahasa, pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh
efek-efek tertentu yang membuat sebuah karya sastra semakin hidup, keseluruhan ciri bahasa
sekelompok penulis sastra dan cara khas dalam menyampaikan pikiran
dan perasaan, baik secara lisan maupun tertulis.[1]
Majas
digunakan dalam penulisan karya sastra, termasuk di dalamnya puisi
dan prosa. Umumnya puisi dapat mempergunakan lebih
banyak majas dibandingkan dengan prosa.
Jenis-jenis majas
Majas perbandingan
- Alegori: Menyatakan dengan cara lain, melalui kiasan atau penggambaran.
Contoh: Perjalanan hidup manusia seperti sungai yang
mengalir menyusuri tebing-tebing, yang kadang-kadang sulit ditebak kedalamannya,
yang rela menerima segala sampah, dan yang pada akhirnya berhenti ketika
bertemu dengan laut.
- Alusio: Pemakaian ungkapan yang tidak diselesaikan karena sudah dikenal.
Contoh: Sudah dua hari ia tidak terlihat batang hidungnya.
- Simile: Pengungkapan dengan perbandingan eksplisit yang dinyatakan dengan kata depan dan penghubung, seperti layaknya, bagaikan, umpama, ibarat, dll.
Contoh: Kau umpama air aku bagai minyaknya, bagaikan Qais
dan Laila yang dimabuk cinta berkorban apa saja.
- Metafora: Gaya Bahasa yang membandingkan suatu benda dengan benda lain karena mempunyai sifat yang sama atau hampir sama.
- Antropomorfisme: Metafora yang menggunakan kata atau bentuk lain yang berhubungan dengan manusia untuk hal yang bukan manusia.
- Sinestesia: Majas yang berupa suatu ungkapan rasa dari suatu indra yang dicurahkan lewat ungkapan rasa indra lainnya.
Contoh:
Dengan telaten, Ibu mengendus setiap mangga dalam keranjang dan memilih yang
berbau manis. (Bau: indera penciuman, Manis: indera pengecapan)
- Antonomasia: Penggunaan sifat sebagai nama diri atau nama diri lain sebagai nama jenis.
- Aptronim: Pemberian nama yang cocok dengan sifat atau pekerjaan orang.
- Metonimia: Pengungkapan berupa penggunaan nama untuk benda lain yang menjadi merek, ciri khas, atau atribut.
- Hipokorisme: Penggunaan nama timangan atau kata yang dipakai untuk menunjukkan hubungan karib.
Contoh:
Lama Otok hanya memandangi
ikatan bunga biji mata itu, yang membuat Otok kian
terkesima.
- Litotes: Ungkapan berupa penurunan kualitas suatu fakta dengan tujuan merendahkan diri.
Contoh: Terimalah kado yang tidak berharga ini sebagai tanda
terima kasihku.
- Hiperbola: Pengungkapan yang melebih-lebihkan kenyataan sehingga kenyataan tersebut menjadi tidak masuk akal.
Contoh: Gedung-gedung perkantoran di kota-kota besar telah mencapai
langit.
- Personifikasi: Pengungkapan dengan menggunakan perilaku manusia yang diberikan kepada sesuatu yang bukan manusia.
- Depersonifikasi: Pengungkapan dengan tidak menjadikan benda-benda mati atau tidak bernyawa.
- Pars pro toto: Pengungkapan sebagian dari objek untuk menunjukkan keseluruhan objek.
Contoh:Sejak kemarin dia tidak kelihatan batang hidungnya.
- Totem pro parte: Pengungkapan keseluruhan objek padahal yang dimaksud hanya sebagian.
- Eufimisme: Pengungkapan kata-kata yang dipandang tabu atau dirasa kasar dengan kata-kata lain yang lebih pantas atau dianggap halus.
Contoh: Dimana saya bisa menemukan kamar kecilnya?
- Disfemisme: Pengungkapan pernyataan tabu atau yang dirasa kurang pantas sebagaimana adanya.
Contoh:
Apa kabar, Roni? (Padahal, ia sedang bicara kepada bapaknya sendiri)
- Fabel: Menyatakan perilaku binatang sebagai manusia yang dapat berpikir dan bertutur kata.
Contoh: Kucing itu berpikir keras, bagaimana cara terbaik
untuk menyantap tikus di depannya.
- Parabel: Ungkapan pelajaran atau nilai tetapi dikiaskan atau disamarkan dalam cerita.
- Perifrasa: Ungkapan yang panjang sebagai pengganti ungkapan yang lebih pendek.
- Eponim: Menjadikan nama orang sebagai tempat atau pranata.
Contoh: Kita bermain ke Ina. (Dalam hal ini, 'Ina' menjadi
perwakilan dari lokasi 'rumah milik Ina'.)
- Simbolik: Melukiskan sesuatu dengan menggunakan simbol atau lambang untuk menyatakan maksud.
- Asosiasi: perbandingan terhadap dua hal yang berbeda, namun dinyatakan sama.
Contoh: Masalahnya rumit, susah mencari jalan keluarnya
seperti benang kusut.
Majas sindiran
- Ironi: Sindiran dengan menyembunyikan fakta yang sebenarnya dan mengatakan kebalikan dari fakta tersebut.
Contoh: Suaramu merdu seperti kaset kusut.
- Sarkasme: Sindiran langsung dan kasar.
Contoh :
Kamu tidak dapat mengerjakan soal yang semudah ini? Dasar otak udang isi
kepalamu!
- Sinisme: Ungkapan yang bersifat mencemooh pikiran atau ide bahwa kebaikan terdapat pada manusia (lebih kasar dari ironi).
Contoh: Kamu kan sudah pintar ? Mengapa harus bertanya
kepadaku ?
- Satire: Ungkapan yang menggunakan sarkasme, ironi, atau parodi, untuk mengecam atau menertawakan gagasan, kebiasaan, dll.
- Innuendo: Sindiran yang bersifat mengecilkan fakta sesungguhnya.
Majas penegasan
- Apofasis: Penegasan dengan cara seolah-olah menyangkal yang ditegaskan.
- Pleonasme: Menambahkan keterangan pada pernyataan yang sudah jelas atau menambahkan keterangan yang sebenarnya tidak diperlukan.
Contoh: Saya naik tangga ke atas.
- Repetisi: Perulangan kata, frasa, dan klausa yang sama dalam suatu kalimat.
Contoh :
Dia pasti akan datang, dan aku yakin, dia pasti akan datang ke
sini.
- Pararima: Pengulangan konsonan awal dan akhir dalam kata atau bagian kata yang berlainan.
- Aliterasi: Repetisi konsonan pada awal kata secara berurutan.
Contoh:
Dengar daku. Dadaku disapu.
- Paralelisme: Pengungkapan dengan menggunakan kata, frasa, atau klausa yang sejajar.
- Tautologi: Pengulangan kata dengan menggunakan sinonimnya.
- Sigmatisme: Pengulangan bunyi "s" untuk efek tertentu.
Contoh:
Kutulis surat ini kala hujan gerimis. (Salah satu kutipan puisi W.S. Rendra)
- Antanaklasis: Menggunakan perulangan kata yang sama, tetapi dengan makna yang berlainan.
- Klimaks: Pemaparan pikiran atau hal secara berturut-turut dari yang sederhana/kurang penting meningkat kepada hal yang kompleks/lebih penting.
Contoh:
Baik rakyat kecil, kalangan menengah, maupun kalangan atas berbondong-bondong
menuju ke TPS untuk memenuhi hak suara mereka.
- Antiklimaks: Pemaparan pikiran atau hal secara berturut-turut dari yang kompleks/lebih penting menurun kepada hal yang sederhana/kurang penting.
- Inversi: Menyebutkan terlebih dahulu predikat dalam suatu kalimat sebelum subjeknya.
Contoh:
Dikejar oleh Anna kupu-kupu itu dengan begitu gembira.
- Retoris: Ungkapan pertanyaan yang jawabannya telah terkandung di dalam pertanyaan tersebut.
- Elipsis: Penghilangan satu atau beberapa unsur kalimat, yang dalam susunan normal unsur tersebut seharusnya ada.
- Koreksio: Ungkapan dengan menyebutkan hal-hal yang dianggap keliru atau kurang tepat, kemudian disebutkan maksud yang sesungguhnya.
- Polisindenton: Pengungkapan suatu kalimat atau wacana, dihubungkan dengan kata penghubung.
- Asindeton: Pengungkapan suatu kalimat atau wacana tanpa kata penghubung.
- Interupsi: Ungkapan berupa penyisipan keterangan tambahan di antara unsur-unsur kalimat.
- Eksklamasio: Ungkapan dengan menggunakan kata-kata seru.
- Enumerasio: Ungkapan penegasan berupa penguraian bagian demi bagian suatu keseluruhan.
- Preterito: Ungkapan penegasan dengan cara menyembunyikan maksud yang sebenarnya.
- Alonim: Penggunaan varian dari nama untuk menegaskan.
- Kolokasi: Asosiasi tetap antara suatu kata dengan kata lain yang berdampingan dalam kalimat.
- Silepsis: Penggunaan satu kata yang mempunyai lebih dari satu makna dan yang berfungsi dalam lebih dari satu konstruksi sintaksis.
- Zeugma: Silepsi dengan menggunakan kata yang tidak logis dan tidak gramatis untuk konstruksi sintaksis yang kedua, sehingga menjadi kalimat yang rancu.
Contoh:
Perlu saya ingatkan, Kakek saya itu peramah dan juga pemarah.
Majas pertentangan
- Paradoks: Pengungkapan dengan menyatakan dua hal yang seolah-olah bertentangan, namun sebenarnya keduanya benar.
- Oksimoron: Paradoks dalam satu frasa.
- Antitesis: Pengungkapan dengan menggunakan kata-kata yang berlawanan arti satu dengan yang lainnya.
- Kontradiksi interminus: Pernyataan yang bersifat menyangkal yang telah disebutkan pada bagian sebelumnya.
- Anakronisme: Ungkapan yang mengandung ketidaksesuaian dengan antara peristiwa dengan waktunya.
Referensi
- Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 2007. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Tera, Yogyakarta.
No comments:
Post a Comment